Kamis, 29 Maret 2012

KONFLIK

Nama : lenny riska ermawati
Kelas : 2ea17
Npm : 19210504

Dampak konflik

Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah sebagai berikut :
1. Dampak Positif Konflik
Menurut Wijono (1993:3), bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul melalui perilaku yang dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia potensial dengan berbagai akibat seperti:
1. Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
2. Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing.
3. Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
4. Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal.
5. Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.

2. Dampak Negatif Konflik
Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurang efektif dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:
1. Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.
2. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab.
Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
3. Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya.
4. Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang merugikan orang lain.
5. Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.

Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus orang-orang di dalamnya, oleh karena itu konflik harus mendapat perhatian. Jika tidak, maka seorang manajer akan terjebak pada hal-hal seperti:
1. Kehilangan karyawan yang berharga dan memiliki keahlian teknis. Dapat saja mereka mengundurkan diri. Manajer harus menugaskan mereka kembali, dan contoh yang paling buruk adalah karena mungkin Manajer harus memecat mereka.
2. Menahan atau mengubah informasi yang diperlukan rekan-rekan sekerja yang lurus hati agar tetap dapat mencapai prestasi.
3. Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena mereka sibuk memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada masalahnya.
4. Kemungkinan sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali dimaklumi sebagai faktor “kecelakaan” atau “lupa”. Namun, dapat membuat pengeluaran yang diakibatkan tak terhitung banyaknya.
5. Sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gosip dan kabar burung. Segera setelah orang tidak memusatkan perhatian pada tujuan perubahan, tetapi pada masalah emosi dan pribadi, maka perhatian mereka akan terus terpusatkan ke sana.
6. Menurunkan moral, semangat, dan motivasi kerja. Seorang karyawan yang jengkel dan merasa ada yang berbuat salah kepadanya tidak lama kemudian dapat meracuni seluruh anggota tim. Bila semangat sudah berkurang, manajer akan sulit sekali mengobarkannya kembali.
7. Masalah yang berkaitan dengan stres. Ada bermacam-macam, mulai dari efisiensi yang berkurang sampai kebiasaan membolos kerja. (Stevenin,2000 : 131-132).

Sumber: http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2166758-dampak-konflik/#ixzz1qW2gdTTP



SUMBER DAN JENIS-JENIS KONFLIK

Sumber dan Jenis - Jenis Konflik
Akan membantu memahami suatu konflik dengan menilai sifat dari masalah pada suatu situasi tertentu. Konflik biasanya muncul berasal dari satu atau beberapa
sumber berikut ini.
1 . Konflik menyangkut informasi
Pada banyak kejadian, pihak-pihak yang berkonflik tidak memiliki informasi yang cukup, atau bahkan tidak meiliki informasi yang sama tentang suatu situasi. Mengumpulkan dan mengklarifikasikan fakta-fakta yang diperlukan dapat menolong meredakan ketegangan yang terjadi.dalam situasi berbeda,pihak-pihak yang bertikai menafsirkan informasi dengan cara yang berlainan atau memberikan bobot kepentigan yang berbeda terhadap informasi yang sama. Diskusi yang terbuka dan masukan dari pihak yang dapat dipercaya akan membantu dalam menilai relevansi dari informasi yang tersedia.
2. Konflik menyangkut Sumberdaya
Konflik menyangkut berbagai sumberdaya seperti tanah, uang atau benda lain biasanya mudah diidentifikasikan dan sering diselesaikan lewat jalan tawar-menawar / negosiasi. Namun, kadang-kadang walaupun dipermukaan pihak-pihak yang berkonflik seolah saling mempertikaikan sumberdaya tertentu, tetapi sesungguhnya konflik itu menyangkut suatu perkara lain, mungkin tentang relasi atau kebutuhan psikologis salah satu atau kedua belah pihak

3. Konflik tentang Relasi
Dalam hubungan keluarga, kemitraan bisnis atau organisasi kemasyarakatan, orang sering berselisih pendapat tentang berbagai perkara, tetapi kadang-kadang saling ketergantungan yang tercipta oleh relasi mereka itu melahirkan dimensi destruktif pada aneka perbedaan yang terjadi yang semestinya mudah diselesaikan. Berbagai kejadian dimasa lampau atau kesan dan prasangka yang sudah terbentuk selama bertahun-tahun dapat membuat orang menjadi sangat kaku atau tidak mau mencoba menempuh solusi yang sangat jelas yang berkaitan dengan tujuan, peranan, tangung jawab, dan perbedaan pandangan yang ada.


4. Konflik menyangkut Kepentingan atau Kebutuhan
Aneka kebutuhan manusiawi yang penting dan kuat seperti kebutuhan akan jati diri, harga diri, atau partisipasi seringkali menjadi inti konflik yang di permukaan terkesan seperti persaingan menyangkut benda-benda materi belaka. Kesempatan yang konstruktif bagi individu atau kelompok masyarakat untuk mengungkapkan aneka kebutuhan mereka dan merasakan bahwa diri mereka telah didengarkan seringkali amat menentukan dalam mengatasi jenis-jenis kebutuhan ini. Pemecahan jangka panjang terhadap suatu konflik yang berkisar pada sumberdaya seringkali ditentukan baik oleh penguasa aneka kepentingan atau kebutuhan orang-oarang yang terlibat maupun oleh pembagian berbagai sumberdaya tersebut secara adil.
5. Konflik Menyangkut Struktur
Struktur kemasyarakatan dan organisasi menentukan siapa yang memiliki akses pada kekuasaan atau sumberdaya, siapa yang wajib memberi hormat kepada siapa, dan siapa yang memiliki wewenang untuk membuat berbagai keputusan. Konflik menyangkut atau di dalam struktur seringkali melibatkan persoalan tentang keadilan dan tujuan-tujuan yang saling tidak sejalan. Konflik-konflik semacam itu seringkali menuntut usaha bertahun-tahun untuk menghasilkan perubahan yang konstruktif.
6. Konflik Menyangkut Nilai-Nilai Hidup
Berbagai nilai hidup dan keyakinan dibentuk oleh pengalaman hidup dan iman kepercayaan. Karena ancaman terhadap nilai hidup seseorang seringkali dipandang sebagai ancaman terhadap jati dirinya, maka konflik-konflik menyangkut nilai-nilai hidup biasanya paling sulit dipecahkan. Kebanyakan orang bereaksi secara defensif terhadap ancaman semacam ini dan menolak untuk bernegosiasi, mengira bahwa pemecahan konflik tersebut menuntut mereka untuk mengubah nilai-nilai hidup. Dalam kenyataan, dengan memberi kesempatan kepada orang yang bertikai untuk menjernihkan nilai-nilai hidup mereka dan merasa bahwa mereka telah didengarkan serta dipahami seringkali langkah itu dapat membuat mereka meniggalkan sikap defensif dan belajar hidup bersama dengan saling menerima berbagai perbedaan yang ada di antara mereka.
KONSEKUENSI KONFLIK
Sebuah konflik terjadi bila satu atau kedua belah pihak menunjukkan permusuhan dan menghalangi usaha masing-masing untuk mencapai sasaran. Konflik merupakan suatu bagian yang alamiah dari proses-proses sosial, dan terjadi di dalam semua organisasi. Konflik-konflik disebabkan oleh sejumlah faktor, dan sering kali lebih dari seseorang ada di dalam sebuah situasi konflik. Sebab-sebab tersebut termasuk persaingan akan sumber-sumber daya, ketidaksesuaian dari tujuan-tujuan tugas, kedwiartian dalam masalah-masalah juridis, pertikaian-pertikaian mengenai status, hambatan-hambatan komunikasi, dan kepribadian yang tidak cocok satu sama lain (Wexley & Yukl, 1984). Lebih banyak konflik mungkin akan terjadi bila orang-orang mempunyai pekerjaan-pekerjaan yang saling tergantung satu sama lain yang membutuhkan kerja sama yang substansial namun sasaran-sasaran yang berbeda, bila orang harus bekerja sama dalam jarak yang dekat di bawah tekanan untuk suatu periode waktu yang lama, dan bilamana perbedaan-perbedaan dalam nilai-nilai serta keyakinan-keyakinan kemungkinan akan menyebabkan rasa curiga, salah pengertian, dan permusuhan. Adalah lebih mudah untuk menangani konflik, baik sebagai pihak yang tersangkut atau sebagai pihak ketiga yang menengahi, bilamana alasan bagi konflik tersebut diketahui.
Konflik mempunyai baik konsekuensi positif maupun negatif dalam organisasi-organisasi. Konsekuensi-konsekuensi negatif adalah gangguan di dalam komunikasi, kerja sama yang dikurangi, dan pengalihan waktu dan energi dari pencapaian sasaran-sasaran tugas agar ”memenangkan” konflik tersebut. Para individu dalam konflik-konflik yang berkepanjangan biasanya mengalami stres, frustrasi, ketegangan, kesukaran dalam mengkonsentrasikan diri pada pekerjaan, serta kepuasan kerja yang lebih rendah. Bilamana konflik tersebut berlebihan, maka organisasi tersebut dapat terpecah-pecah atau lumpuh, tidak mampu untuk mengambil tindakan-tindakan bersama dalam menghadapi ancaman-ancaman lingkungan. Di lain pihak, tanpa adanya suatu konflik, sebuah organisasi tidak akan mampu untuk mempertahankan kekuatannya dan menyesuaikan diri secara berhasil terhadap sebuah lingkungan yang berubah. Adaptasi membutuhkan perubahan-perubahan dalam sasaran, prioritas, strategi, serta prosedur. Perubahan-perubahan yang demikian menciptakan suatu keadaan yang menyusahkan, dan ia biasanya menyangkut pendistribusian kembali kekuasaan dan status. Banyak anggota dari sebuah organisasi akan melawan perubahan-perubahan yang demikian besar dan kecuali terdapat konflik terbuka, perubahan-perubahan tersebut tidak mungkin akan terjadi dengan cukup cepat untuk memastikan adaptasi yang berhasil terhadap ancaman-ancaman eksternal. Pada umumnya, keputusan-keputusan yang menyangkut konflik lebih sedikit kemungkinannya akan mencerminkan pemikiran yang mandek atau persepsi-persepsi yang bias bila didasarkan atas ketidaksepahaman. Konflik sering kali menghasilkan perubahan dan inovasi. Meskipun konflik sering kali merupakan pencerminan dari perlawanan oleh suatu pihak terhadap inovasi-inovasi yang disetujui oleh pihak lain, ia dapat juga menjadi sebuah sumber motivasi bagi kedua belah pihak untuk mendapatkan pemecahan-pemecahan yang inovatif yang akan menyelesaikan konflik tersebut dalam suatu cara yang memuaskan kedua belah pihak.
Dalam kehidupan orang – orang yang bersatu dalam kelompok, ketegangan, conflict, tak mungkin dihindari. Ketegangan itu dapat diarahkan menuju kebaikan, tetapi dapat juga dibiarkan menjadi destruktif. Maka kecakapan untuk mengangani, mengolah, dan mengatasi ketegangan merupakan hal yang perlu dikuasai oleh setiap pemimpin.
Berhadapan dengan ketegangan kita kerap merasa saying bahwa ketegangan itu terjadi, mengharapkan lekas tersingkir, atau selesai dengan cepat. Ketegangan bersifat merusak yaitu mengacau suasana, mengganggu atau memutuskan hbungan antar manusiadan menghalangi tercapainya tujuan. Tetapi ketegangan tidak usah merusak. Memandang segala ketegangan sebagai hal yang harus ditolak, merupakan sikap yang tidak sehat. Sebab ketakutan terhadap ketegangan itu membuat kita tidak mampu lagi melihat manfaat perbedaan pendapat, nilai bekerja lewat benturan pendapat untuk sampai pada keputusan atau pemecahan masalah secara kreatif, yang justru dicapai karena konflik. Perbedaan, apabila diolah baik, dapat menambah energi kelompok untuk mengatasi masalah, meningkatkan kreativitas kelompok, membuat kemampuan inventif mereka menjadi lebih timggi dan mendorong mereka memecahkan masalah secara efektif. Tetapi jika tidak diakui, diterima, dan diolah baik, ketegangan tidak akan membawa semua kebaikan itu, memacetkan kelompok dan membuat kelompok itu kurang atau malah tidak produktif. Kelompok yang mempunyai perbedaan banyak yang tidak ditangani baik, mengalami benturan dan perselisihan dan membuat kurang atau tidak produktif. Idealnya kelompok mempunyai perbedaan yang cukup sehingga hasil kerja kelompok akan lebih banyak, lebih kreatif dan inovatif daripada hasil kerja perorangan. Seni untuk itu adalah mengolah perbedaan dan ketegangan yang muncul dari perbedaan itu.
Persaingan,competition meningkatkan ketegangan. Dalam sikap persaingan semua pihak melihat tujuan mereka saling bertentangan dan tak tersatukan. “Jika kami kalah, mereka menang. Jika kami menang, mereka kalah”. Demikian bunyi pendirian orang – orang yang bersaing. Demikian bunyi pendirian orang – orang yang bersaing. Sikap dan dan pendirian seperti itu perlu dalam dunia olahraga dan menarik. Tetapi tujuan – tujuan tidak usah selalu saling bertentangan satu sama lain atau tak terpadukan secara eksklusif. Ketegangan justru muncul dimana tujuan sebenarnya tidak saling eksklusif, tetapi dianggap dan dipandang saling eksklusif. Dari pandangan dan anggapan inilah sikap dan pendirian menang-kalah berasal dan berkembang.
Pandangan dan anggapan yang kerap menjadi sebab ketegangan itu dibawa oleh salah satu atau semua pihak. Jika kita mendekati orang lain dengan anggapan kita ada dalam konflik, kita cenderung memandang pihak lain secara negative dan menganggap diri secara positif. Kecenderungan ini mempengaruhi tanggapan kita terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan orang lain. Kita hanya siap melihat atau mendengar hal – hal yang kita anggap mendukung pendirian kita. Kita menyaring atau tertutup terhadap hal – hal yang kita anggap melawan pandangan kita. Budi kita lalu mencatat hal – hal yang sudah kita pilih tadi sebagai kebenaran dan kita lalu bertindak dengan sikap dan cara menang – kalah. Perilaku itu pada gilirannya memperkuat pengandaian kita bahwa kita ada dalam ketegangan. Dengan pandangan dan sikap itu kita membuat orang lain, yang pada awalnya bersikap kooperatif dan berkehendak bekerjasama dengan kita, lama – lama juga bersikap kompetitif. Biasa terjadi kalau ada 30 orang berkumpul yang bersikap kooperatif dan satu dua orang bersikap komppetitif seluruh kelompok akan bersikap kompetitif juga. Sebab manusia pada dasarnya tidaak mau kalah.
Kerjasama, cooperation dimana orang – orang berpandangan dan bersikap menang – menang dan merasa bahwa tujuan mereka tidak saling berlawanan, eksklusif dapat membantu kita dalam mengatasi ketegangan. Perbedaan pendapat tidak berarti bahwa orang tidak mengejar tujuan yang sama. Dalam perbedaan pendapat kita masih dapat mengandaikan bahwa “Jika kami menang, kami juga menang dan jika kamu menang, kami juga menang”. Tidak setiap ketegangan dapat ditangani sebagai situasi menang – menang. Karena tidak setiap ketegangan memperbolehkan semua tujuan yang tersangkut untuk dicapai. Hal yang penting ialah bahwa kita memeriksa kenyataan situasi yang sebenarnya, agar kita tidak bertindak atas daras pandangan yang salah, misalnya menganggap situasi menang – kalah, padahal ternyata situasi menang – menang.
Dari uraian di atas, kita, pemimpin , perlu menyadari bahwa usaha kooperatif kerap kali dirongrong oleh orang – orang yang memandang segala kegiatan dari segi menang – kalah. Maka kita harus selalu berusaha menciptakan suasana kerja sama dan siap menghalangi muncul dan berkembangnya semangat persaingan.
Baik persaingan maupun kerjasama tidak baik atau buruk, tetapi tepat atau tidak tepat. Kerja kelompok yang efektif memerlukan kerjasama. Pada umumnya kita pemimpin perlu tetap menjaga pandangan menuju ke tujuan dan sasaran kelompok, memelihara komunikasi terbuka, mendengarkan baik – baik, menjalankan tugas, menjaga kekompakan, relationship function, dan tercapainya tujuan kelompok, task function, memberi kesempatan orang yang keliru untuk mengubah pikiran mereka, tanpa mereka merasa direndahkan atau kehilangan muka. Dengan memperhatikan hal - hal itu, kita dapat memanfaatkan ketegangan demi produktivitas kelompok yang lebih tinggi.
Dalam mengatasi ketegangan di samping menciptakan situasi menang – menang ada hal lain yang perlu kita perhatikan. Kerjasama pun jika dapat dilakukan secara keterlaluan dapat merugikan. Karena dengan demikian terjadi anggapan bahwa segala sesuatu yang baik untuk kelompok selalu baik juga untuk diri sendiri. Dalam kerjasama kita perlu bertanggung jawab atas diri sendiri dam kebutuhan pribadi. Kita pemimpin perlu siap – siap diri agar mampu mempergunakan strategi dan cara – cara untuk menyelesaikan ketegangan yang memungkinkan kebutuhan pribadi dan kelompok terpenuhi.
Ketegangan dapat dihindari. Mengatasi ketegangan dengan cara menghindari itu dapat berhasil, jika masalahya sepele atau jelas – jelas muncul dari kepentingan pribadi yang dapat ditangkap batangnya. Tetapi kalau perkaranya serius dan tidak jelas ada perjuangan memenangkan kepentingan pribadi, cara pemecahan ketegangan itu malah membuat makin parah dan meluas. Karena para anggota kelompok dipaksa untuk memegang pendapat tanpa dibekali informasi secukupnya. Mereka berpegang pada pemecahan masalah yang dirumuskan sendiri tanpa dibantu untuk mengerti masalah sebenarnya.
Ketegangan dapat diredakan. Cara pemecahan ketegangan ini dilakukan dengan memberi waktu dan membiarkan suasana reda, sambil menunggu kesempatan untuk dapat memecahkan masalah dengan tenang dan rasional. Cara ini dapat berguna, dan kadang – kadang perlu. Cara ini dapat mengambil bentuk usaha untuk menyelesaikan masalah – masalah kecil dengan menghindari soal – soal besar, atau membuat perkara menjadi kabur dan tampak tidak terpecahkan. Pada umumnya, pada akhirnya, baik mengatasi ketegangan dengan menghindari maupun dengan meredakan, membawa orang ke krisis. Ketegangan yang tidak diolah melahirkan ketidakpercayaan, musuh paling besar bagi kehidupan kelompok, dan menggejala pada rasa tidak enak, kecurigaan dan salah faham yang menyebar luas. Apabila ketegangan muncul ke permukaan, kerap destruktif. Tanggung jawab kita, pemimpin, adalah membantu munculnya ketegangan itu dengan cara konstruktif, mempergunakan perbedaan sebagai kesempatan belajar bagi para anggota dan meningkatkan produktivitas kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan mempergunakan proses kerukunan, reconciliation.
Ketegangan dapat dirukunkan. Cara mengatasi konflik ini merupakan suatu proses yang mempergunakan 4 (empat) kecakapan : diagnosis, inisiatif, mendengarkan dan pemecahan masalah.
Diagnosis mencari macam ketegangan yang muncul : apa yang menjadi pokok ketegangan; bagaimana informasi, kebiasaan, ajaran, hukum yang berhubungan dengan pokok itu; apakah pernah terjadi ketegangan semacam itu dan bagaimana dipecahkan? Hal yang paling sulit untuk dibuat diagnosis, dan dengan demikian sulit dipecahkan, adalah ketegangan karena nilai – nilai religius. Karena tidak selalu jelas informasinya. Sedang ketegangan yang berakar pada hal yang jelas, pada umumnya informasi mudah dikumpulkan, dan dengan demikian mudah dipecahkan.
Inisiatif merupakan kecakapan untuk mengambil langkah pertama untuk kerukunan : kapan dan bagaimana cara mendekati orang dan kelompok yang terlibat. Pendekatan itu kadang – kadang dapat diawali dengan mengatakan akibat – akibat yang dirasakan sendirikarena terjadi nya ketegangan. Kadang – kadang dengan mengatakan bahwa ada masalah yang perlu dihadapi kelompok. Untuk itu kita, pemimpin, perlu mengangkap terlebih dulu keseriusan ketegangan sampai perlu diselesaikan dalam, kemampuan kelompok menyelesaikan ketegangan dan kesiapan kelompok untuk mulai bertindak untuk menyelesaikan ketegangan itu. Kita pemimpin harus siap untuk mengikuti proses yang akan dilewati kelompok untuk menyelesaikan masalah dan mengambil tindakan yang sesuai.
Mendengarkan adalah kecakapan untuk melihat sudut pandang dengan orang lain, kemampuan mengerti apa yang dikatakan secara verbal dan non – verbal. Jika kita pemimpin mendengar hal yang kita tidak mau mendengar, kita mungkin tergoda untuk menjawab dengan nada mengancam atau dengan sikap berpendirian keras. Hal ini malah akan menghambat atau menghalangi usaha menuju ke kerukunan. Terutama pada saat tahap awal penyelesaian ketegangan, semua pihak harus bersikap reflektif, mencari kejelasan tentang apa yang dikatakan pihak lain, sehingga mereka merasa dimengerti dan mengerti. Pada tahap penyelesaian masalah itu harus diusahakan agar tercipta situasi menang - menang dan dicegah segala pandangan dan sikap yang membatasi pendengaran masing – masing. Pada waktu semua pihak puas karena merasa bahwa pandangan mereka tentang hal yang menjadi sumber ketegangan itu ditangkap dengan baik, unsure – unsure lain dapat diutarakan, tetapi selalu dengan cara dan dalam nada tidak mengadili. Cara ini kerap meredakan sikap mau membela dan mempertahankan diri serta menumbuhkan penghargaan terhadap unsur – unsur lain yang tersangkut dalam masaklah yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya.
Pemecahan masalah merupakan proses untuk mencapai kerukunan, sekaligus merupakan juga kecakapan. Namun kecakapan untuk memecahkan masalah itu lebih mempunyai kerangka daripada kecakapan untuk diagnosis, inisiatif, dan mendengarkan. Salah satu kerangka pemecahan masalah atau sering juga disebut pengambilan keputusan, mempunyai tiga langkah.
Langkah pertama dalam pemecahan masalah adalah merumuskan masalah. Kita kerap terlalu cepat mencari pemecahan masalah, padahal masalah itu belum dirumuskan dengan baik. Cara ini membuat masalah menjadi berlarut – larut dan tak kunjung terpecahkan. Jika kita belum sepakat mengenai masalahnya, dapat saja kita membuat pemecahan masalah, tetapi masalah yang dipecahkan itu bukan masalah yang sebenarnya. Dalam setiap masalahterkandung seribu masalah. Kita perlu mengambil langkah untuk menemukan masalah sebenarnya, agar supaya kita dapat memecahkannya. Pada tahap perumusan masalah itu, pihak – pihak yang ada dalam ketegangan diajak untuk saling mengungkapkan apa masalah sebenarnya menurut pandangan mereka. Pandangan tentang masalah itu diungkapkan sebaiknya tidak langsung diolah untuk mencari consensus tentang masalah. Sesudah saling bertukar pandangan tentang hal yang menjadi masalah, semua pihak diajak untuk maju membicarakan factor – factor yang menjadi latar belakang masalah itu. Sesudah seluruh latar belakang masalah digali, semua pihak diajak untuk merumuskan masalah dan mendapatkan konsensus. Untuk merumuskan dan mendapatkan consensus tentang masalah itu, kalau jumlah orang – orang yang terlibat dalam ketegangan besar, perlu dilakukan dalam dalam dua tahap. Pertama dalam kelompok – kelompok kecil. Baru kemudian dalam seluruh kelompok. Pembicaraan dalam kelompok kecil memberi kesempatan kepada semua pendapat dapat diungkapkan dan didengarkan. Rumusan – rumusan masalah yang sudah disetujui dalam kelompok kecil itu, kemudian diungkapkan dihadapan seluruh kelompok dan diolah bersama untuk mencapai konsensus.
Langkah berikutnya, sesudah tercapai konsensus mengenai rumusan masalah para anggota diminta untuk kembali ke kelompok masing – masing. Dalam kelompok para anggota mengumpulkan cara – cara untuk memecahkan yang mungkin. Semua cara pemecahan masalah itu kemudian dinilai satu per satu, untuk akhir nya dipilih salah satu cara pemecahan masalah yang dianggap paling baik.
Langkah ketiga, langkah terakhir dalam pemecahan masalah adalah pengambilan keputusan. Pemecahan masalah yang sudah ditemukan oleh semua kelompok kecil itu, kemudian dibawa ke dalam pembicaraan kelompok besar. Kelompok besar menilai masing – masing cara pemecahan itu, dengan mempertimbangkan pro – kontra, atau untung ruginya. Akhirnya dengan atau tanpa menggabungkancara – cara pemecahan, yang ditemukan oleh kelompok – kelompok kecil diambil dua – tiga pemecahan masalah untuk disetujui bersama. Dari dua – tiga pemecahan masalah dipilih satu cara untuk dilaksanakan. Mengambil satu cara pemecahan masalah dari dua – tiga cara pemecahan masalah itulah yang disebut pengambilan keputusan.
Perlu diperhatikan bahwa dalam proses pemecahan masalah itu semua anggota kelompok harus bersedia menjalankan fungsi menjaga kekompakan, relationship function, dan fungsi penyelesaian tugas, task function. Semua orang yang terlibat dalam ketegangan perlu bersikap mau membantu penyelesaian masalah, bersedia menyampaikan fakta, data dan informasi yag perlu untuk menyelesaikan masalah, mau membantu proses pembicaraan, sehingga tata tertib proses pembicaraan itu ditaati, dan rela menyesuaikan diri dan mengalah jika diperlukan. Tanpa keterlibatan para anggota untuk ikut bertanggung jawab atas penyelesaian masalah itu, usaha pemimpin untuk memecahkan masalah dengan memanfaatkan bakat dan kemampuan para anggota dapat menjadi pengalaman yang menyiksa.
Mutu penyelesaian ketegangan diukur dari kecepatan pelaksanaannya. Karena semua anggota sudah ikut menyumbang dalam menemukan cara pemecahan masalah dan berkepentingan atas suksesnya pemecahan masalah itu. Penyelesaian ketegangan yang berat sebelah, mungkin dapat dicapai dengan cepat. Tetapi pelaksanaan penyelesaian ketegangan dapat menjadi lebih lama. Sebab perlu dibuat usaha untuk meyakinkan pihak yang tidak sepenuhnya menyetujui cara penyelesaian ketegangan itu. Penggunaan kekuasaan untuk memecahkan masalah jarang berhasil. Cara itu bahkan kerap meruncing dan menambah jumlah ketegangan.
Cara penyelesaian ketegangan seperti diuraikan diatas menuntut agar kita, pemimpin, memiliki banyak kecakapan dan belajar menghargai proses kerja manusiawi yang melibatkan budi, hati, kehendak, emosi dan membutuhkan waktu. Kalau kita, pemimpin, mampu memimpin penyelesaian ketegangan dengan cara itu, dia tidak hanya menyelesaikan ketegangan, tetapi juga membangun kelompok. Karena dengan cara itu para anggota menjadi saling lebih mengenal dan terbina kesatuan hati dan budi antar mereka.
Pengelompokan konflik


Pengelompokan Konflik
Konflik yang terjadi pada manusia berbagai macam ragamnya, bentuknya dan jenisnya.
jenis konflik dipandang dari jenis materinya adalah:
1. Konflik tujuan, terjadi jika ada dua tujuan atau yang kompetitif bahkan yang kontradiktif.
2. Konflik peranan, terjadi karena manusia memiliki lebih dari satu peranan dan tiap peranan tidak memiliki kepentingan yang sama.
3. Konflik nilai, dapat muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki setiap individu dalam organisasi tidak sama, sehingga konflik dapat terjadi antar individu, ondividu dengan kelompok, kelompok dengan organisasi.
4. Konflik kebijakan, dapat terjadi karena ada ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap pervedaan kebijakan yang dikemukakan oleh satu pihak dan kebijakan lainya.
Konflik berdasarkan tingkatanya adalah:
1. Konflik intrapersonal
2. Konflik interpersonal
3. Konflik intergroup.
4. Konflik intraorganisasi.
5. Konflik intragroup.
6. Konflik interorganisasi.
Konflik Menurut Dahrendorf adalah:
1. Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi) , misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi.
2. Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, amtar gank).
3. Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan masa).
4. Konflik antar satuan nasional (perang saudara).








Contoh konflik
KONFLIK AGAMA
Contoh konflik
- Tahun 1996, 5 gereja dibakar oleh 10,000 massa di Situbondo karena adanya konflik yang disebabkan oleh kesalahpahaman.
- Adanya bentrok di kampus Sekolah Tinggi Theologi Injil Arastamar (SETIA) dengan masyarakat setempat hanya karena kesalahpahaman akibat kecurigaan masyarakat setempat terhadap salah seorang mahasiswa SETIA yang dituduh mencuri, dan ketika telah diusut Polisi tidak ditemukan bukti apapun. Ditambah lagi adanya preman provokator yang melempari masjid dan masuk ke asrama putri kampus tersebut. Dan bisa ditebak, akhirnya meluas ke arah agama, ujung-ujungnya pemaksaan penutupan kampus tersebut oleh masyarakat sekitar secara anarkis.
- Perbedaan pendapat antar kelompok – kelompok Islam seperti FPI (Front Pembela Islam) dan Muhammadiyah.
- Perbedaan penetapan tanggal hari Idul Fitri, karena perbedaan cara pandang masing – masing umat.
KONFLIK POSO
Ada fakta sejarah yg sangat menarik bahwa gerakan kerusuhan yg dimotori oleh umat Kristen di mulai pada awal Nopember 1998 di Ketapang Jakarta Pusat dan pertengahan Nopember 1998 di Kupang Nusa Tenggara Timur kemudian disusul dgn peristiwa penyerengan umat Kristen terhadap umat Islam di Wailete Ambon pada tanggal 13 Desember 1998. Dan 2500 massa Kristen di bawah pimpinan Herman Parino dgn bersenjata tajam dan panah meneror umat Islam di Kota Poso Sulawesi Tengah pada tanggal 28 Desember 1998. Apakah peristiwa ini realisasi dari pidato Jendral Leonardo Benny Murdani di Singapura dan ceramah Mayjend. Theo Syafei di Kupang Nusa Tenggara Timur? Tetapi yg jelas Presiden B.J. Habibie yg menurut L.B. Murdani lbh berbahaya dari gabungan Khomaeni Saddam Husein dan Khadafi baru berkuasa 6 bulan saja sehingga perlu digoyang dan kalau perlu dijatuhkan. Apabila fakta-fakta ini dikembangkan dgn lepasnya Timor-Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia Gerakan Papua Merdeka dan Gerakan Aceh Merdeka serta tulisan Huntington 1992 setelah Uni Sovyet yg menyatakan bahwa musuh yg paling berbahaya bagi Barat sekarang adl adalah umat Islam; dan tulisan Jhon Naisbit dalam bukunya Megatrend yg menyatakan bahwa Indonesia akan terpecah belah menjadi 28 negara kecil-kecil; maka dapat disimpulkan bahwa peristiwa kerusuhan-kerusuhan tersebut adl suatu rekayasa Barat-Kristen utk menghancurkan umat Islam Indonesia penduduk mayoritas mutlak negeri ini. Kehancuran umat Islam Indonesia berarti kehancuran bangsa Indonesia dan kehancuran bangsa Indonesia berarti kehancuran/kemusnahan Negara Kesatuan Republik Indonesia . Oleh krn itu penyelesaian kerusuhan/konflik Indonesia khususnya Poso tidak sesederhana sebagaimana yg ditempuh oleh Pemerintah RI selama ini sehingga tiga tahun konflik itu berlangsung tidak menunjukkan tanda-tanda selesai malah memendam “bara api dalam sekam”. Hal ini bukan saja ada strategi global di mana kekuatan asing turut bermain tetapi ada juga ikatan agama yg sangat emosional turut berperan. Sebab agama menurut Prof. Tilich “Problem of ultimate Concern” sehingga tiap orang pasti terlibat di mana obyektifitas dan kejujuran sulit dapat diharapkan. Karenanya penyelesaian konflik Poso dgn dialog dan rekonsiliasi bukan saja tidak menyelesaikan konflik tersebut sebagaimana pernah ditempuh tetapi malah memberi peluang kepada masing-masing pihak yg berseteru utk konsolidasi kemudian meledak kembali konflik tersebut dalam skala yg lbh luas dan sadis. Konflik yg dilandasi kepentingan agama ditambah racun dari luar apabila diselesaikan melalui rekonsiliasi seperti kata pribahasa bagaikan membiarkan “bara dalam sekam” yg secara diam-diam tetapi pasti membakar sekam tersebut habis musnah menjadi abu.
Pada tanggal 28 Desember 1998 Herman Parino membawa jemaahnya sebanyak 1.000 orang utk memasuki Kota Poso tetapi dicegah oleh Polisi Brimob akibatnya mereka berpencar di luar Kota Poso sebagian dari jemaat gereja meyerang Ummat Islam di desa Buyung Katedo Kecamatan Lage Poso Kabupaten Poso. Penyerangan ini membunuh warga Muslim dan membakar rumah-rumah orang-orang Islam. Jemaat gereja yg masih berkeliaran di luar Kota Poso merasa belum puas terhadap penyerangan desa Buyung Katedo pada tanggal 27 Mei 2000 maka mereka menyerang kembali umat Islam di desa tersebut pada tanggal 3 Juli 2000 dgn jalan membunuh dgn sadis anak-anak wanita-wanita dan orang-orang tua sebanyak 14 orang. Kemudian membakar masjid dan rumah-rumah yg masih tersisa.
Dalam peningkatan konsolidasi umat Kristen Gereja Kristen Sulawesi Tengah membentuk Crisis Centre GKST dipimpin oleh Pendeta Renaldy Damanik. Tidak lama setelah Crisis Centre berdiri maka umat Kristen menyerang Pondok Pesantren Walisongo di desa Sintuwu Lemba Poso dgn membantai umat Islam dan membakar pondok Pesantren tersebut.
Pada tanggal 6 Agustus 2001 171 orang delegasi Pendeta Kristen yg tergabung dalam Gereja Kristen Sulawesi Tengah mendatangi Pemerintah Daerah Kabupatan Poso utk menuntut supaya Kabupaten Poso dibagi dua 50 % utk umat Kristen dan 50 % utk ummat Islam.
Sesuai dgn janji umat Kristen bahwa ummat Islam boleh kembali de daerah-daerah yg dikuasai umat Kristen seperti kecamatan Tentena Poso dgn aman dan selamat; maka Drs. Hanafi Manganti pulang ke daerah Tentena ternyata ia dibunuh dgn sadis; dan bersamanya terbunuh pula seorang wanita muslimah. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 6 Agustus 2001.
Pada tanggal 20 Agustus 2001 umat Islam yg sedang memetik cengkeh di kebunnya di desa Lemoro Kecamatan Tojo Kabupaten Poso diserang oleh 50-60 orang umat Kristen yg berpakaian hitam-hitam membunuh dua orang Muslim dan mengobrak-abrik rumah-rumah orang Islam. Pengungsi Laporan US Comitte of Refugees tentang Indonesia yg diterbitkan Januari 2001 menyebutkan dalam kerusuhan/konflik Poso yg terjadi selama tiga tahun belakangan ini pihak Muslim telah menderita secara tidak seimbang. Dalam laporan itu disebutkan jumlah pengungsi akibat konflik Poso kini sebanyak hampir 80.000 orang dan diperkirakan 60.000 orang adl Muslim.
Para pengungsi ini hidup menderita tanpa kejelasan masa depan mereka; dan mereka kehilangan hak-haknya berupa tanah kebun coklat cengkih kopra rumah harta benda bahkan nyawa sanak-saudaranya. Bantuan makanan obat-obatan sangat terbatas sehingga penyakit senantiasa menghantui mereka. Bantuan hukum umtuk meminta keadilan praktis tidak ada. Bahkan nyawa mereka terancam tiap saat karena diserang pasukan kelelawar Merah .
Pendapat kami mengenai konflik yang sering terjadi di Indonesia
Terjadinya konflik tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
- Karena tidak adanya keampuhan Pancasila dan UUD 45 yang selama ini menjadi pedoman bangsa dan negara kita mulai digoyang dengan adanya amandemen UUD 45 dan upaya merubah ideologi negara kita ke ideologi agama tertentu.
- Kurangnya rasa menghormati baik antar pemeluk agama satu dengan yang lainnya ataupun sesama pemeluk agama.
- Adanya kesalahpahaman yang timbul karena adanya kurang komunikasi antar pemeluk agama.
1. Mengapa konflik antaragama lebih sulit diatasi dibandingkan dengan konflik yang lain? Jelaskan!
Menurut Jusuf Kalla, konflik suku dapat didamaikan secara adat, sedangkan konflik karena kepentingan politik bisa diatasi dengan memberi konsesi. Kedua konflik ini bisa selesai dengan cepat dan tidak menimbulkan bekas yang mendalam. Berbeda dengan konflik agama yang sangat sulit diatasi tanpa kesadaran yang timbul dari hati nurani kita para pemeluk agama. Konflik antaragama dapat meninggalkan bekas yang mendalam, dan tidak seorang pun dapat bersikap netral dalam mengatasi konflik tersebut.
1. Sebutkan beberapa upaya konkret yang dapat diwujudkan untuk mengantisipasi konflik yang disebabkan oleh perbedaan agama !
Usaha yang perlu ditempuh antara lain :
- Menurut Jusuf Kalla, dalam menangani konflik antaragama, jalan terbaik yang bisa dilakukan adalah saling mentautkan hati di antara umat beragama, mempererat persahabatan dengan saling mengenal lebih jauh, serta menumbuhkan kembali kesadaran bahwa setiap agama membawa misi kedamaian.
- Tidak memperkenankan pengelompokan domisili dari kelompok yang sama didaerah atau wilayah yang sama secara eksklusif. Jadi tempat tinggal/domisili atau perkampungan sebaiknya mixed, atau campuran dan tidak mengelompok berdasarkan suku (etnis), agama, atau status sosial ekonomi tertentu.
- Masyarakat pendatang dan masyarakat atau penduduk asli juga harus berbaur
atau membaur atau dibaurkan.
- Segala macam bentuk ketidakadilan struktural agama harus dihilangkan atau
dibuat seminim mungkin.
- Kesenjangan sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin, dan sedapat – dapatnya dihapuskan sama sekali.
- Perlu dikembangkan adanya identitas bersama (common identity) misalnya kebangsaan (nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat menyadari pentingnya persatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Perlu dicari tokoh masyarakat yang dipercaya dan/ atau dihormati oleh pihak-pihak yang berkonflik, untuk berusaha menghentikan konflik (conflict intervention), melalui lobi-lobi, negosiasi, diplomasi. Hal ini merupakanusaha peace making.
Dalam usaha untuk mengembangkan adanya perdamaian yang lestari, atau adanya rekonsiliasi, maka metode yang dipakai oleh pihak ketiga sebaiknya adalah mediasi dan bukan arbitrase. Dalam arbitrase, pihak ketiga (pendamai) yang dipercaya oleh pihak-pihak yang bertentangan/berkonflik itu, setelah mendengarkan masing-masing pihak mengemukakan masalahnya, maka si arbitrator “mengambil keputusan dan memberikan solusi atau penyelesaiannya, yang “harus” ditaati oleh semua pihak yang berkonflik.
Penyelesaian konflik melalui jalan arbitrase mungkin dapat lebih cepat diusahakan, namun biasanya tidak lestari. Apalagi kalau ada pihak yang merasa dirugikan, dikalahkan atau merasa bahwa kepentingannya belum diindahkan.
Sebaliknya, mediasi adalah suatu cara intervensi dalam konflik, di mana mediator (fasilitator) dalam konflik ini juga harus mendapat kepercayaan dari pihak yang berkonflik. Tugas mediator adalah memfasilitasi adanya dialog antara pihak yang berkonflik, sehingga semuanya dapat saling memahami posisi maupun kepentingan dan kebutuhan masing-masing, dan dapat memperhatikan kepentingan bersama.
Jalan keluar atau penyelesaian konflik harus diusulkan oleh atau dari pihak-pihak yang berkonflik. Mediator sama sekali tidak boleh mengusulkan atau memberi jalan keluar/penyelesaian, namun dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membantu pihak-pihak yang berkonflik untuk dapat mengusulkan atau menemukan jalan penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak. Mediator tidak boleh memihak, harus “impartial”, tidak bias, dsb.
Mediator harus juga memperhatikan kepentingan-kepentingan stakeholders, yaitu mereka yang tidak terlibat secara langsung dalam konflik, tetapi juga mempunyai kepentingan-kepentingan dalam atau atas penyelesaian konflik itu. Kalau stakeholders belum diperhatikan kepentingannya atau kebutuhannya, maka konflik akan dapat terjadi lagi, dan akan meluas serta menjadi lebih kompleks dan dapat berlangsung dengan berkepanjangan.
Mengembangkan kegiatan pendamaian itu tidak mudah. Ada beberapa tahapan atau perkembangan yang dapat kita amati yaitu:
a) Peace making (conflict resolution) yaitu memfokuskan pada penyelesaian masalah – masalahnya (isunya: persoalan tanah, adat, harga diri, dsb.) dengan pertama-tama menghentikan kekerasan, bentrok fisik, dll. Waktu yang diperlukan biasanya cukup singkat, antara 1-4 minggu.
b) Peace keeping (conflict management) yaitu menjaga keberlangsungan perdamaian yang telah dicapai dan memfokuskan penyelesaian selanjutnya pada pengembangan/atau pemulihan hubungan (relationship) yang baik antara warga masyarakat yang berkonflik. Untuk itu diperlukan waktu yang cukup panjang, sehingga dapat memakan waktu antara 1-5 tahun.
c) Peace building (conflict transformation). Dalam usaha peace building ini yang menjadi fokus untuk diselesaikan atau diperhatikan adalah perubahan struktur dalam masyarakat yang menimbulkan ketidak-adilan, kecemburuan, kesenjangan, kemiskinan, dsb. Waktu yang diperlukan pun lebih panjang lagi, sekitar 5-15 tahun.
Konflik antarumat beragama itu di Indonesia akhir-akhir ini rupa-rupanya sengaja dibuat atau direkayasa oleh kelompok tertentu atau kekuatan tertentu untuk menjadikan masyarakat tidak stabil. Ketidakstabilan masyarakat ini dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan politis maupun ekonomis, oleh berbagai pihak. Hal ini sangat berbahaya, karena konflik horizontal dapat dimanipulasi menjadi konflik vertikal, sehingga menimbulkan bahaya separatisme dan disintegrasi nasional atau disintegrasi bangsa.
Untuk menghadapi masalah-masalah konflik dengan kekerasan yang melibatkan umat berbagai agama dalam suatu masyarakat, diperlukan sikap terbuka dari semua pihak, dan kemampuan untuk memahami dan mencermati serta menganalisa sumber-sumber konflik. Demikian juga diperlukan adanya saling pengertian dan pemahaman kepentingan masing-masing pihak, agar dapat mengembangkan dan melihat kepentingan bersama yang lebih baik .


Sumber:
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2166758-dampak-konflik/#ixzz1qW2gdTTP

http://peoplecrisiscentre.org/index.php?option=com_content&view=article&id=104:berita&catid=1:artikel
http://paper-hayun.blogspot.com/2008/08/penyebab-dan-konsekuensi-konflik.html
http://denaizzkakakecil.wordpress.com/2009/11/10/konflik-agama/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar